Tentu itu bukan return portofolio saya secara keseluruhan, namun return dari emiten Magic Formula tersebut sangat membantu kinerja portofolio saya.
Saya modifikasi agar lebih sesuai bagi saya dan memberikan keamanan tambahan. Namun intinya tetap sama: Saham pertumbuhan terbaik dengan valuasi termurah.
Saya gunakan stock screening yang saya rancang pada 50 emiten pilihan saya. Terdapat dua tahap utama:
1. Urutkan saham dari ROE tertinggi, eliminasi emiten ROE dibawah 10%, ROE tidak bertumbuh setidaknya 2 tahun terakhir, dan kinerja tidak berkelanjutan.
2. Dari saham ROE tertinggi, urutkan dari dividend yield tertinggi. Eliminasi emiten yang dividennya tidak berkelanjutan dan kinerja laba bersih triwulan terakhir menurun dibandingkan triwulan yang sama tahun lalu.
Saya 3 kali menyesuaian daftar saham yang masuk kriteria Magic
Formula. Portofolio saya juga menyesuaikannya. Saham masuk Magic Formula akan saya miliki dalam jumlah yang lebih banyak dibandingkan emiten lain. Apabila tidak masuk lagi, saya jual apabila gain hingga jumlahnya seperti saham undervalue biasa.
6,64% dalam kurang lebih 4 bulan. Tidak terlalu buruk. Daftar ini
pernah saya share di video Youtube saya pada Agustus 2020 lalu.
Saya modifikasi kembali metodenya dengan hanya memasukkan emiten yang kinerja triwulan terkininya meningkat
Hasilnya jauh lebih baik. Meski hanya terdiri dari 4 emiten karena banyak emiten mengalami penurunan kinerja akibat pandemi. Daftar ini pernah saya bagikan di akun Trakteer saya dengan 1 es krim.
Jadi saya cukup yakin dengan metode ini.
Pertumbuhan ROE mengindikasikan emiten tersebut sedang masuk fase fast growth.
Dividend yield mengindikasikan emiten tersebut sedang undervalue.
Hasil seleksi ketiga luar biasa. Return rata-rata mencapai 42,39%. Sepertinya lebih karena faktor keberuntungan mengingat hanya mengandalkan dua emiten tentu berisiko.
Namun saya justru sangat senang apabila harganya turun karena itu membuat harga saham yang bagus tersebut menjadi semakin murah.
Itulah mengapa saya menggunakan dividend yield sebagai indikator valuasi, bisa memberikan rasa aman bahkan saat harga sahamnya turun. Karena masih bisa memberikan return berupa dividen sembari averaging down dan menunggu rebound.
Saya iseng-iseng melakukan simulasi. Bagaimana seandainya jika kita hanya berinvestasi pada saham Magic Formula. Tiap kali seleksi ulang, saham lama dijual dan saham baru dibeli. Sama seperti yang dipraktekkan penulis buku pada slide awal. Asumsi tidak ada fee jual beli.
Total return 79,18% dalam sekitar setahun. Tentu saya sangat tidak menyarankan hanya mengandalkan metode ini karena berisiko meski terdapat dividen sebagai margin pengaman. Risikonya berasal dari terlalu sedikitnya saham yang masuk kriteria ini, apalagi di masa penurunan ekonomi akibat pandemi seperti sekarang.